Monday, April 4, 2011

Epidemi Sifat Pemalu

”E-mail, SMS, dan iPods telah membuat sifat pemalu menjadi epidemi global,” lapor Sunday Telegraph dari Australia. Menurut psikolog dan peneliti Robin Abrahams, sifat pemalu dalam berinteraksi dengan orang lain kini mempengaruhi hampir separuh penduduk, yang artinya ada jauh lebih banyak pemalu sekarang dibanding dulu. ”Teknologi telah memungkinkan kita menghindari situasi yang sulit dalam menghadapi orang lain dan membuat orang semakin menyendiri,” kata Abrahams. ”Orang-orang . . . cukup saling mengirim e-mail atau SMS ketimbang berbicara.”

Lebih Banyak Ruginya Ketimbang Untungnya

Beberapa tahun yang lalu, para politisi dan pencinta lingkungan dari Belanda mengira bahwa mereka telah menemukan solusi untuk energi yang aman—yakni penggunaan minyak nabati untuk menjalankan generator, khususnya minyak kelapa sawit. Harapan mereka ternyata menjadi ”mimpi buruk lingkungan”, kata The New York Times. ”Meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit di Eropa telah menyebabkan dibabatnya lahan hutan hujan yang luas di Asia Tenggara dan digunakannya pupuk kimia secara berlebihan di sana.” Areal perkebunan dibuat dengan mengeringkan dan membakar lahan gambut sehingga mengirimkan gas karbon dalam ”jumlah yang sangat besar” ke atmosfer. Sebagai akibatnya, kata Times, Indonesia dengan cepat telah menjadi ”penghasil emisi karbon ketiga yang terbesar di dunia, yang menurut para ilmuwan turut menjadi penyebab terjadinya pemanasan global.”

(Sumber Gambar : http://muhamadh.files.wordpress.com/2011/02/global-warming.jpg)

Pabrik Maut

KONON, Mittelwerk adalah pabrik bawah tanah terbesar di dunia. Berlokasi di Pegunungan Harz, Jerman, kira-kira 260 kilometer sebelah barat daya kota Berlin, kompleks pabrik itu melewati lorong-lorong besar yang berliku-liku sepanjang 20 kilometer yang digali di dasar sebuah bukit. Dari tahun 1943 hingga 1945, ribuan tahanan kamp konsentrasi dijadikan budak di lorong-lorong ini. Di bawah kondisi yang mengerikan, mereka dipaksa membuat senjata bagi Pemerintahan Nazi.
Senjata yang dibuat para pekerja budak itu bukanlah sembarang senjata. Pabrik itu memproduksi rudal yang dikenal sebagai roket V-1 dan V-2. Roket-roket ini dipindahkan dari Mittelwerk ke tempat peluncuran, biasanya di Prancis dan Belanda. Setelah diluncurkan, roket-roket tak berawak itu melesat ke sasarannya di Belgia, Inggris, dan Prancis, dan di sana rudal-rudal itu dijatuhkan dari angkasa dan meledak saat terhempas. Pemerintahan Nazi bahkan berharap untuk mengembangkan sebuah roket yang begitu dahsyat yang dapat menerbangkan bom melintasi Samudra Atlantik menuju New York. Sewaktu perang dunia kedua usai, ratusan rudal V-1 dan V-2 telah menghantam kota-kota Eropa. Namun, itu hanyalah sebagian kecil dari rudal-rudal yang dibuat Nazi dan hendak diluncurkan untuk menyerang musuh-musuh mereka. Tak satu pun dari rudal-rudal itu pernah mencapai New York.
Unik Sekaligus Menyedihkan
Segera setelah perang usai, puluhan ilmuwan dan teknisi Jerman yang merancang rudal V-1 dan V-2 meninggalkan Jerman. Mereka menggunakan keahlian mereka dalam teknologi roket di negeri mereka yang baru. Salah seorang ilmuwan roket itu adalah Wernher von Braun. Ia pindah ke Amerika Serikat dan di sana ia turut mengembangkan roket Saturn yang mengangkut manusia ke bulan.
Dewasa ini, persis di sebelah pabrik Mittelwerk, berdiri sebuah monumen kamp konsentrasi untuk mengenang ke-60.000 orang yang dipenjarakan di sana. Banyak tahanan tidak hanya bekerja di lorong yang dingin dan lembap itu tetapi juga tinggal di sana. Tidaklah mengherankan bahwa menurut beberapa perkiraan, hampir 20.000 tahanan tewas. Para pengunjung museum peringatan itu dapat mengadakan tur di lorong-lorong tersebut, yang di lantainya masih berserakan bagian-bagian roket yang ditinggalkan kira-kira 60 tahun yang lalu. Majalah After the Battle menyebutkan suatu fakta yang membuat rudal Mittelwerk unik sekaligus menyedihkan, ”Roket V1 dan V2 adalah satu-satunya senjata yang merenggut lebih banyak nyawa sewaktu diproduksi ketimbang sewaktu diluncurkan.”